Selasa, 25 Mei 2010

Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa

Meski bukan penyebab utama kematian, menurut Dr. Vijay Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), gangguan jiwa merupakan penyebab utama disabilitas (ketidakmampuan, cacat) pada kelompok usia paling produktif yakni antara 15-44 tahun. Apa saja yang perlu dilakukan dan cara mencegah serta mengobati gangguan jiwa?
Keluarga mana pun tak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Di mana dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, memerlukan penanganan sedini mungkin agar gejala-gejala yang ditimbulkan tidak berkembang menjadi gangguan jiwa yang kronis.
Penderita gangguan jiwa, baik skizofrenia maupun psikosis sebenarnya masih dapat ditolong. Syaratnya pengobatannya baik dan tidak terlambat. Kalau syarat itu dipenuhi 25 persen penderita skizofrenia bisa disembuhkan. Memang bukan berarti sembuh total, karena kepekaan untuk terganggu lagi pada penderita skizofrenia lebih besar daripada orang normal. Tetapi, gangguan psikosis yang disebabkan oleh kelainan anatomi otak sembuh total karena sebagian besar bersifat sementara.
Gejala-gejala awal orang yang menderita psikosis sangat banyak wujudnya tak menyangkut kondisi fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi, cemas, suasana perasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.
Bisa juga gangguan kognitif seperti timbul pikiran aneh, merasa mengambang, sulit konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahan nafsu makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, kehilangan tenaga atau dorongan kehendak antara lain gejala-gejala yang perlu diwaspadai.
Bila gejala itu sudah diidentifikasi, menurut Prof. Sasanto, salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.

Psikofarmaka
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.

Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.

Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.

Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.

Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat. (litbang)

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k3.htm

Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
Sumber : http://netsains.com/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/

http://episentrum.com/artikel/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/#more-190

Senin, 24 Mei 2010

Retardasi Mental

DEFINISI
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk mengalami keterbelakangan mental.

PENYEBAB
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui. Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa kelompok:
1. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
- Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
- Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
- Cedera kepala yang berat
2. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
- Rubella kongenitalis
- Meningitis
- Infeksi sitomegalovirus bawaan
- Ensefalitis
- Toksoplasmosis kongenitalis
- Listeriosis
- Infeksi HIV
3. Kelainan kromosom
- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Willi)
- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat
4. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
- Galaktosemia
- Penyakit Tay-Sachs
- Fenilketonuria
- Sindroma Hunter
- Sindroma Hurler
- Sindroma Sanfilippo
- Leukodistrofi metakromatik
- Adrenoleukodistrofi
- Sindroma Lesch-Nyhan
- Sindroma Rett
- Sklerosis tuberosa
5. Metabolik
- Sindroma Reye
- Dehidrasi hipernatremik
- Hipotiroid kongenital
- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)
6. Keracunan
- Pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
- Keracunan metilmerkuri
- Keracunan timah hitam
7. Gizi
- Kwashiorkor
- Marasmus
- Malnutrisi
8. Lingkungan
- Kemiskinan
- Status ekonomi rendah
- Sindroma deprivasi.
DIAGNOSA
Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat dibandingkan dengan anak lain yang sebaya. Tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ), yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin. Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Pendekatan perilaku sangat penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM.

PENCEGAHAN
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM.
Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada janin.
Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili korion, karena mereka memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita sindroma Down. USG juga dapat membantu menemukan adanya kelainan otak.
Untuk mendeteksi sindroma Down dan spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang tua.
Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM:
• Genetik
Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik.
• Sosial
Program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah.
• Keracunan
Program lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM.
• Infeksi
Pencegahan rubella kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat toksoplasmosis.

http://medicastore.com/penyakit/927/Keterbelakangan_Mental.html

Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
contoh : Sering BAK (Buang Air Kecil) saat nervous menghadapi ujian

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

Gangguan Mental Organik

Definisi

Adalah gangguan mental yg mempunyai dasar organik yg patologis yg dapat diidentifikasi misal tumor otak, penyakit serebrovaskular, intoksikasi obat2an. Ada 3 kelompok gangguan ini yg gejala utamanya adalah gangguan kognitif berupa gangguan daya ingat, gangguan berbahasa dan gangguan perhatian yaitu:

* Delirium
* Dimensia
* gangguan Amnestik

A. Delirium

Gangguan utama: Gangguan kesadaran,gangguan kognitif.
Gangguan mental: gangguan mood, gangguan persepsi, gangguan perilaku.
Gangguan neurologis: tremor, nistagmus, inkoordi-nasi, inkontinentia urine.
Onset mendadak: beberapa jam – hari.

Perjalanan penyakit singkat dan berfluktuasi.
Perbaikan cepat, bila penyebab teridentifi-kasi dan dihilangkan.
Faktor predisposisi: usila, anak2, cedera otak yg telah ada sebelumnya, ketergantungan alkohol, kanker

Gambaran klinis: penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dgn penu-runan kemampuan unt memusatkan, mem-pertahankan atau mengalihkan perhatian yg berfluktuasi.

Gangguan awal: kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi, mimpi yg menakutkan pada malam hari dan gelisah
Gangguan penyerta: gangguan tidur-bangun, sering mengantuk pada siang hari, tidur terputus-putus dan singkat disertai mimpi yg menakutkan

Terapi simptomatik, antipsikotik.
Prognosis: reversibel..

B. Dimensia

Suatu sindroma yg ditandai dgn berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Fungsi kognitif yg terganggu: inteligensia umum, belajar, ingatan, bahasa, memecah-kan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial

Gangguan dapat progresif, statis, permanen dan reversibel bila diberi pengobatan tepat waktu.
Merupupakan. Penyakit. Lansia, 50-60% menderita demensia tipe Alzheimer

Penyebab : 75% demensia Alzheimer dan demensia vaskular, sisanya oleh karena penyakit Pick, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, HIV, trauma kepala

Gambaran gangguan awal yg menonjol mulanya hanya pada peristiwa klinis: Gangguan daya ingat yg baru, seterusnya ingatan lama juga akan terganggu. Juga didapati gangguan bahasa dan gangguan orientasi.
Gangguan neurologis: apraksia, agnosia, kejang2, nyeri kepala, pusing sampai pingsan

Yang Dapat paling mengganggu pada keluarga adalah perubahan kepribadian menjadi introvert, waham paranoid yaitu memusuhi keluarga, mudah marah dan meledak-ledak, juga dapat dijumpai halusinasi.
tertawa atau menangis patologis.Gangguan mental lain : depresi, cemas, gangguan afek
Terapi simptomatis.

C. Gangguan Amnestik

Ditandai dengan Gangguan tunggal: Gangguan daya ingat yg menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Paling sering ditemukan pada Gangguan penggunaan alkohol dan Cedera kepala

Gangguan daya ingat ditandai dengan gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (Amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan sebelumnya (Amnesia retrograd). Daya ingat jangka pendek (short term memory), daya ingat segera (recent memory) biasanya terganggu juga.
Onset dapat tiba2 atau bertahap.
Gangguan dapat sementara atau menetap

Pemulihan yg lengkap bisa terjadi pada Epilepsi lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepin dan barbiturat.
Terapi simptomatis.

http://askep-benny.blogspot.com/2010/02/gangguan-mental-organik.html

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi. Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki gangguan kepribadian berarti memiliki kaku dan berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan diri-pola berpikir dan berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat kerja, sekolah atau situasi sosial lain.

Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita tidak menyadari bahwa mereka memiliki gangguan kepribadian karena cara berpikir dan berperilaku tampak alami bagi si penderita, dan penderita mungkin menyalahkan orang lain atas keadaannya.

Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, emosi dan perilaku yang membuat seseorang unik, berbeda satu sama lain. Ini cara melihat, memahami dan berhubungan dengan dunia luar, dan juga bagaimana seseorang melihat diri sendiri. Bentuk kepribadian selama masa kanak-kanak, dibentuk melalui interaksi dari dua faktor:
* Warisan kecenderungan atau gen. Ini adalah aspek kepribadian yang diturunkan kepada seseorag dari oleh orang tua, seperti rasa malu atau pandangan terhadap kebahagiaan. Hal ini kadang-kadang disebut temperamen bersifat "alami" dan merupakan bagian dari pola asuh dan "konflik".

* Lingkungan, atau situasi kehidupan. Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, hubungan dengan anggota keluarga dan orang lain juga turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Ini mencakup beberapa hal seperti jenis pola pengasuhan yang dialami seseorangapakah itu dengan penuh cinta atau kekerasan.

Gangguan kepribadian dianggap disebabkan oleh kombinasi genetik dan pengaruh lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memiliki kerentanan genetik untuk mengembangkan sebuah gangguan kepribadian dan situasi kehidupan dapat memicu perkembangan gangguan kepribadian.

Gejala
Gejala umum gangguan kepribadian meliputi:
* Mood yang berubah-ubah
* Hubungan yang tidak harmonis
* Isolasi sosial
* Mudah marah
* Kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain
* Kesulitan berteman
* Sebuah kebutuhan untuk kepuasan instan
* Penyalahgunaan Alkohol atau narkotika dan obat-obatan terlarang


Jenis spesifik gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan karakteristik dan gejala serupa:

Cluster A:
Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh berpikir atau berperilaku anek dan eksentrik yang mencakup:
* Gangguan kepribadian paranoid
* Ketidakpercayaan dan kecurigaan orang lain
* Percaya bahwa orang lain berusaha untuk menyakiti
* Emosional
* Mengembangkan sikap permusuhan

Gangguan Kepribadian Skizofrenia
* Kurangnya minat dalam hubungan sosial
* Terbatas ekspresi emosional
* Ketidakmampuan untuk mengambil isyarat-isyarat sosial yang normal
* Sikap acuh tak acuh terhadap orang lain

Gangguan Kepribadian Schizotypal
* Berpakaian, berpikir, kepercayaan atau perilaku aneh
* Ketidakharmoniasan dalam menjalin hubungan
* Emosi datar
* Ketidakpedulian terhadap orang lain
* "Berpikir Magical" - percaya bahwa dapat mempengaruhi orang dan peristiwa dengan pikiran
* Percaya bahwa ada pesan tersembunyi dalam omongan seseorang

Cluster B:
Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan terlalu emosional berpikir atau berperilaku yang mencakup:
* Antisosial (sebelumnya, sosiopat)
* Mengabaikan orang lain
* Terus-menerus berbohong atau mencuri
* Berulangkali bermasalah dengan hukum
* Berulang kali melanggar hak orang lain
* Agresif, sering berperilaku keras
* Mengabaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain

Gangguan Kepribadian Borderline
* Suasana hati tidak stabil
* Kecenderungan bunuh diri
* Takut sendirian

Gangguan Kepribadian Munafik
* Terus-menerus mencari perhatian
* Terlalu emosional
* Suasana hati tidak stabil
* Kekhawatiran berlebihan terhadap penampilan fisik

Gangguan Kepribadian Narsisistik
* Percaya bahwa lebih baik daripada yang lain
* Khayalan tentang kekuasaan, kesuksesan dan daya tarik
* Melebihkan prestasi atau bakat
* Terus-menerus mengharapkan pujian dan kekaguman
* Gagal untuk mengenali emosi dan perasaan orang lain

Cluster C:
Cluster C adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan cemas, takut berpikir atau bertindak yang mencakup:
Gangguan kepribadian Avoidant
* Hipersensitivitas terhadap kritik atau penolakan
* Merasa tidak memadai
* Isolasi diri
* Rasa malu yang ekstrem

Gangguan Kepribadian Ketergantungan
* Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain
* Kepatuhan terhadap orang lain
* Keinginan untuk diyani
* Kurang toleransi

Gangguan Kepribadian Obsesif-Compulsive
* Keasyikan dengan ketertiban dan aturan
* Perfeksionisme yang ekstrem
* Keinginan untuk bisa mengendalikan situasi
* Ketidakmampuan untuk membuang benda-benda rusak atau tak berguna

Perawatan
Perawatan yang terbaik untuk seseorang dengan gangguan kepribadian tergantung pada jenis gangguan kepribadian yang dialami. Sering kali, sebuah pendekatan tim yang sesuai untuk memastikan semua psikiatri, medis dan kebutuhan sosial terpenuhi. Karena gangguan kepribadian cenderung menjadi kronis dan kadang-kadang dapat berlangsung lebih dari kehidupan dewasa, penderita mungkin perlu pengobatan jangka panjang.

Tim yang terlibat dalam perawatan mungkin termasuk:
* Keluarga atau dokter perawat
* Psikiater
* Psikoterapis
* Apoteker
* Anggota keluarga
* Pekerja sosial

Jika seseorang merasa memiliki gejala-gejala ringan yang terkontrol dengan baik, kemungkinan hanya perlu perawatan dari dokter, psikiater atau terapis. Pilihan perawatan antara lain dengan psikoterapi, obat-obatan, atau perawatan rumah sakit.

Sumber: medlineplus dan mayoclinic.
http://health.detik.com/read/2009/12/03/091252/1253138/770/gangguan-kepribadian

KECEMASAN

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

Faktor Predisposisi Kecemasan
Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.

Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
a. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).
1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
• Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
• Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
• Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
• Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
• Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.
Respon Psikologis terhadap Kecemasan
• Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
• Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
• Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/teori-kecemasan.html

DEPRESI

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang.
Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995).

FAKTOR PENYEBAB SKIZOFRENIA
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia ? Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

Jumat, 21 Mei 2010

Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal. Dalam hal ini normal dan abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga digunakan dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda tajam dari normal dan hampir selalu menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi dua kelainan mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu keadaan yang mencakup difisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini. Penyakit mental secara tidak langsung menyatakan yang kesehatan sebelumnya, kelainan yang berkembang atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan

1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori ini sesuai dengan awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan keadaan lazim yang gejalanya dapat dipahami dan dapat diempati. Psikosis merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan tidak dapat diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk membagi psikosis. Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan patologi yang dapat dibuktikan

Macam-macam gangguan jiwa :
1. Skizofrenia
2. Depresi
3. Kecemasan
4.Gangguan Kepribadian
5.Gangguan Mental Organik
6. Gangguan Psikosomatik
7.Retardasi Mental
8.Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

http://pamangsah.blogspot.com/2010/02/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html
12 Mei 2010, pkl 1.49 pm

Penyebab Umum Gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan
sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan.
Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a) Neroanatomi
b) Nerofisiologi
c) Nerokimia
d) Tingkat kematangan dan perkembangan organic
e) Faktor-faktor pre dan peri – natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a) Interaksi ibu–anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b) Peranan ayah
c) Persaingan antara saudara kandung
d) Inteligensi
e) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f) Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
g) Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h) Keterampilan, bakat dan kreativitas
i) Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j) Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a) Kestabilan keluarga
b) Pola mengasuh anak
c) Tingkat ekonomi
d) Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e) Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f) Pengaruh rasial dan keagamaan

Daftar pustaka
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/Proses%20Terjadinya%20gg.%20jiwa.pdf
22 Mei 2010, pkl 11:16 am

Selasa, 18 Mei 2010

Deteksi Dini Gangguan Jiwa

Gangguan Jiwa tidak terbatas pada psikotik atau yang kita kenal sebagai gila. Banyak macam gangguan jiwa ringan yang jika tidak segera diterapi menjadi berat dan mengancam nyawa. Biasanya gangguan itu bermanifestasi sebagai gangguan fisik. Dokter umum perlu memiliki bekal agar mampu mengenali gangguan jiwa yang melatarbelakangi keluhan pasien

Hal ini dikemukakan Dan Hidayat, Kepala Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dan Universitas Kristen Indonesia dalam Simposium “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Terapi Gangguan Jiwa dalam Praktik Umum” yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Barat, Sabtu (27/10) di Jakarta

Hidayat mengungkapkan Laporan The World Health Report 2001, antara lain mengatakan, 25 persen penduduk di dunia pernah mengalami gangguan jiwa pada suatu masa dalam hidupnya, 40 persen diantaranya didiagnosis secara tidak tepat.

Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002) menemukan 36 persen pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan Kesehatan jiwa. Hal ini bisa mewakili kondisi masyarakat secara umum. Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif atau gangguan mood, yaitu kecemasan, depresi dan mania.

Menurut pembicara lain, dokter ahli jiwa Evalina Asnawi Hutagalung, anxiety atau kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan, tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan itu disertai beberapa reaksi tubuh yang khas dan datang berulang, seperti rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala dan rasa ingin buang air kecil ataupun besar. Perasaan ini disertai rasa ingin bergerak dan gelisah.

Gejala psikologis yang terasa antara lain berupa ketegangan, kekhawatiran, panik, perasaan tidak nyata, takut mati, takut gila, dan takut kehilangan kontrol. Jenis gangguan kecemasan adalah gangguan panik, gangguan fobia, gangguan obsesif kompulsif, stres pancatrauma, gangguan stres akut, dan gangguan kecemasan menyeluruh.

Adapun gejala pokok depresi, menurut R Surya Widya, dokter ahli jiwa dari Rumah Sakit Jiwa Dr. SoehartoHerdjan Jakarta, adalah perasaan sedih dan kehilangan minat terhadap segala sesuatu. Pasien merasa murung, tidak memiliki harapan, terbuang dan tidak berharga. Sekitar 66 persen penderita depresi memikirkan untuk bunuh diri, tetapi hanya 10-15 persen yang melakukan.

Sementara apa yang disebut dengan mania, menurut Hidayat adalah suasana perasaan yang meningkat disertai peningkatan jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mentaldalam berbagai derajat keparahan. Gejalanya berupa rasa senang berlebihan, energi bertambah, timbul hiperaktif, kebutuhan tidur berkurang, dan psikomotilitas meningkat, seperti banyak bicara dan merasa sangat optimistis (ATK)
Sumber : Kompas, Senin, 29 Oktober 2007

http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini

Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa : Suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara optimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain.

UU Pokok Kesehatan RI (1960) : Kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

UU No. 23 Thn. 1992 : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Seseorang yang sehat mental (WHO) :

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan.
2. Memperoleh kepuasan dalam usaha atau perjuangan hidup.
3. Lebih puas memberi daripada menerima.
4. Bebas dari kecemasan atau ketegangan.
5. Berhubungan dengan orang lain dengan saling tolong menolong.
6. Menerima kekecewaan dan kegagalan sebagai pelajaran.
7. Mengarahkan rasa bermusuhan menjadi penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Gangguan Jiwa : Suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan, dan disabilitas.

Gangguan Jiwa tidak terbatas pada psikotik atau yang kita kenal sebagai gila. Banyak macam gangguan jiwa ringan yang jika tidak segera diterapi menjadi berat dan mengancam nyawa. Biasanya gangguan itu bermanifestasi sebagai gangguan fisik. Dokter umum perlu memiliki bekal agar mampu mengenali gangguan jiwa yang melatarbelakangi keluhan pasien

Hal ini dikemukakan Hidayat, Kepala Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dan Universitas Kristen Indonesia dalam Simposium “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Terapi Gangguan Jiwa dalam Praktik Umum” yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Barat, Sabtu (27/10) di Jakarta

Hidayat mengungkapkan Laporan The World Health Report 2001, antara lain mengatakan, 25 persen penduduk di dunia pernah mengalami gangguan jiwa pada suatu masa dalam hidupnya, 40 persen diantaranya didiagnosis secara tidak tepat.

Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002) menemukan 36 persen pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan Kesehatan jiwa. Hal ini bisa mewakili kondisi masyarakat secara umum. Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif atau gangguan mood, yaitu kecemasan, depresi dan mania.

Gejala psikologis yang terasa antara lain berupa ketegangan, kekhawatiran, panik, perasaan tidak nyata, takut mati, takut gila, dan takut kehilangan kontrol. Jenis gangguan kecemasan adalah gangguan panik, gangguan fobia, gangguan obsesif kompulsif, stres pancatrauma, gangguan stres akut, dan gangguan kecemasan menyeluruh.

Gangguan Jiwa dapat dibedakan :

* Psikotik – Organik (misal Delirium, Dementia, dll.)
* Psikotik – Non Organik (misal Skizofrenia, Gg. Waham, Gg. Mood, dll.)
* Non Psikotik (misal Gg. Cemas, Gg. Somatoform, Gg. Psikoseksual, Gg. Kepribadian, dll.)

Gangguan Jiwa Psikotik : Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga terjadi salah menilai persepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar, kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.

Gangguan Jiwa Neurotik : Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren, yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau dipersepsikan secara langsung, atau diubah melalui mekanisme pertahanan/pembelaan menjadi sebuah gejala, seperti : obsesi, kompulsi, fobia, disfungsi seksual, dll.

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosa Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. FK-Unika Atmajaya, Jakarta

http://abidinblog.blogspot.com/2008/11/kesehatan-dan-gangguan-jiwa.html
http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini

Makerspace Library

Model Perpustakaan Makerspace menjadi salah satu solusi perkembangan perpustakaan dan teknologi informasi saat ini. Hal ini merupakan penawa...