Selasa, 25 Mei 2010

Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa

Meski bukan penyebab utama kematian, menurut Dr. Vijay Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), gangguan jiwa merupakan penyebab utama disabilitas (ketidakmampuan, cacat) pada kelompok usia paling produktif yakni antara 15-44 tahun. Apa saja yang perlu dilakukan dan cara mencegah serta mengobati gangguan jiwa?
Keluarga mana pun tak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Di mana dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, memerlukan penanganan sedini mungkin agar gejala-gejala yang ditimbulkan tidak berkembang menjadi gangguan jiwa yang kronis.
Penderita gangguan jiwa, baik skizofrenia maupun psikosis sebenarnya masih dapat ditolong. Syaratnya pengobatannya baik dan tidak terlambat. Kalau syarat itu dipenuhi 25 persen penderita skizofrenia bisa disembuhkan. Memang bukan berarti sembuh total, karena kepekaan untuk terganggu lagi pada penderita skizofrenia lebih besar daripada orang normal. Tetapi, gangguan psikosis yang disebabkan oleh kelainan anatomi otak sembuh total karena sebagian besar bersifat sementara.
Gejala-gejala awal orang yang menderita psikosis sangat banyak wujudnya tak menyangkut kondisi fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi, cemas, suasana perasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.
Bisa juga gangguan kognitif seperti timbul pikiran aneh, merasa mengambang, sulit konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahan nafsu makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, kehilangan tenaga atau dorongan kehendak antara lain gejala-gejala yang perlu diwaspadai.
Bila gejala itu sudah diidentifikasi, menurut Prof. Sasanto, salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.

Psikofarmaka
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.

Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.

Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.

Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.

Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat. (litbang)

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k3.htm

Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
Sumber : http://netsains.com/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/

http://episentrum.com/artikel/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/#more-190

Senin, 24 Mei 2010

Retardasi Mental

DEFINISI
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk mengalami keterbelakangan mental.

PENYEBAB
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui. Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa kelompok:
1. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
- Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
- Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
- Cedera kepala yang berat
2. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
- Rubella kongenitalis
- Meningitis
- Infeksi sitomegalovirus bawaan
- Ensefalitis
- Toksoplasmosis kongenitalis
- Listeriosis
- Infeksi HIV
3. Kelainan kromosom
- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Willi)
- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat
4. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
- Galaktosemia
- Penyakit Tay-Sachs
- Fenilketonuria
- Sindroma Hunter
- Sindroma Hurler
- Sindroma Sanfilippo
- Leukodistrofi metakromatik
- Adrenoleukodistrofi
- Sindroma Lesch-Nyhan
- Sindroma Rett
- Sklerosis tuberosa
5. Metabolik
- Sindroma Reye
- Dehidrasi hipernatremik
- Hipotiroid kongenital
- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)
6. Keracunan
- Pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
- Keracunan metilmerkuri
- Keracunan timah hitam
7. Gizi
- Kwashiorkor
- Marasmus
- Malnutrisi
8. Lingkungan
- Kemiskinan
- Status ekonomi rendah
- Sindroma deprivasi.
DIAGNOSA
Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat dibandingkan dengan anak lain yang sebaya. Tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ), yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin. Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Pendekatan perilaku sangat penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM.

PENCEGAHAN
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM.
Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada janin.
Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili korion, karena mereka memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita sindroma Down. USG juga dapat membantu menemukan adanya kelainan otak.
Untuk mendeteksi sindroma Down dan spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang tua.
Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM:
• Genetik
Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik.
• Sosial
Program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah.
• Keracunan
Program lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM.
• Infeksi
Pencegahan rubella kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat toksoplasmosis.

http://medicastore.com/penyakit/927/Keterbelakangan_Mental.html

Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
contoh : Sering BAK (Buang Air Kecil) saat nervous menghadapi ujian

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

Gangguan Mental Organik

Definisi

Adalah gangguan mental yg mempunyai dasar organik yg patologis yg dapat diidentifikasi misal tumor otak, penyakit serebrovaskular, intoksikasi obat2an. Ada 3 kelompok gangguan ini yg gejala utamanya adalah gangguan kognitif berupa gangguan daya ingat, gangguan berbahasa dan gangguan perhatian yaitu:

* Delirium
* Dimensia
* gangguan Amnestik

A. Delirium

Gangguan utama: Gangguan kesadaran,gangguan kognitif.
Gangguan mental: gangguan mood, gangguan persepsi, gangguan perilaku.
Gangguan neurologis: tremor, nistagmus, inkoordi-nasi, inkontinentia urine.
Onset mendadak: beberapa jam – hari.

Perjalanan penyakit singkat dan berfluktuasi.
Perbaikan cepat, bila penyebab teridentifi-kasi dan dihilangkan.
Faktor predisposisi: usila, anak2, cedera otak yg telah ada sebelumnya, ketergantungan alkohol, kanker

Gambaran klinis: penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dgn penu-runan kemampuan unt memusatkan, mem-pertahankan atau mengalihkan perhatian yg berfluktuasi.

Gangguan awal: kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi, mimpi yg menakutkan pada malam hari dan gelisah
Gangguan penyerta: gangguan tidur-bangun, sering mengantuk pada siang hari, tidur terputus-putus dan singkat disertai mimpi yg menakutkan

Terapi simptomatik, antipsikotik.
Prognosis: reversibel..

B. Dimensia

Suatu sindroma yg ditandai dgn berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Fungsi kognitif yg terganggu: inteligensia umum, belajar, ingatan, bahasa, memecah-kan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial

Gangguan dapat progresif, statis, permanen dan reversibel bila diberi pengobatan tepat waktu.
Merupupakan. Penyakit. Lansia, 50-60% menderita demensia tipe Alzheimer

Penyebab : 75% demensia Alzheimer dan demensia vaskular, sisanya oleh karena penyakit Pick, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, HIV, trauma kepala

Gambaran gangguan awal yg menonjol mulanya hanya pada peristiwa klinis: Gangguan daya ingat yg baru, seterusnya ingatan lama juga akan terganggu. Juga didapati gangguan bahasa dan gangguan orientasi.
Gangguan neurologis: apraksia, agnosia, kejang2, nyeri kepala, pusing sampai pingsan

Yang Dapat paling mengganggu pada keluarga adalah perubahan kepribadian menjadi introvert, waham paranoid yaitu memusuhi keluarga, mudah marah dan meledak-ledak, juga dapat dijumpai halusinasi.
tertawa atau menangis patologis.Gangguan mental lain : depresi, cemas, gangguan afek
Terapi simptomatis.

C. Gangguan Amnestik

Ditandai dengan Gangguan tunggal: Gangguan daya ingat yg menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Paling sering ditemukan pada Gangguan penggunaan alkohol dan Cedera kepala

Gangguan daya ingat ditandai dengan gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (Amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan sebelumnya (Amnesia retrograd). Daya ingat jangka pendek (short term memory), daya ingat segera (recent memory) biasanya terganggu juga.
Onset dapat tiba2 atau bertahap.
Gangguan dapat sementara atau menetap

Pemulihan yg lengkap bisa terjadi pada Epilepsi lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepin dan barbiturat.
Terapi simptomatis.

http://askep-benny.blogspot.com/2010/02/gangguan-mental-organik.html

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi. Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki gangguan kepribadian berarti memiliki kaku dan berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan diri-pola berpikir dan berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat kerja, sekolah atau situasi sosial lain.

Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita tidak menyadari bahwa mereka memiliki gangguan kepribadian karena cara berpikir dan berperilaku tampak alami bagi si penderita, dan penderita mungkin menyalahkan orang lain atas keadaannya.

Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, emosi dan perilaku yang membuat seseorang unik, berbeda satu sama lain. Ini cara melihat, memahami dan berhubungan dengan dunia luar, dan juga bagaimana seseorang melihat diri sendiri. Bentuk kepribadian selama masa kanak-kanak, dibentuk melalui interaksi dari dua faktor:
* Warisan kecenderungan atau gen. Ini adalah aspek kepribadian yang diturunkan kepada seseorag dari oleh orang tua, seperti rasa malu atau pandangan terhadap kebahagiaan. Hal ini kadang-kadang disebut temperamen bersifat "alami" dan merupakan bagian dari pola asuh dan "konflik".

* Lingkungan, atau situasi kehidupan. Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, hubungan dengan anggota keluarga dan orang lain juga turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Ini mencakup beberapa hal seperti jenis pola pengasuhan yang dialami seseorangapakah itu dengan penuh cinta atau kekerasan.

Gangguan kepribadian dianggap disebabkan oleh kombinasi genetik dan pengaruh lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memiliki kerentanan genetik untuk mengembangkan sebuah gangguan kepribadian dan situasi kehidupan dapat memicu perkembangan gangguan kepribadian.

Gejala
Gejala umum gangguan kepribadian meliputi:
* Mood yang berubah-ubah
* Hubungan yang tidak harmonis
* Isolasi sosial
* Mudah marah
* Kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain
* Kesulitan berteman
* Sebuah kebutuhan untuk kepuasan instan
* Penyalahgunaan Alkohol atau narkotika dan obat-obatan terlarang


Jenis spesifik gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan karakteristik dan gejala serupa:

Cluster A:
Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh berpikir atau berperilaku anek dan eksentrik yang mencakup:
* Gangguan kepribadian paranoid
* Ketidakpercayaan dan kecurigaan orang lain
* Percaya bahwa orang lain berusaha untuk menyakiti
* Emosional
* Mengembangkan sikap permusuhan

Gangguan Kepribadian Skizofrenia
* Kurangnya minat dalam hubungan sosial
* Terbatas ekspresi emosional
* Ketidakmampuan untuk mengambil isyarat-isyarat sosial yang normal
* Sikap acuh tak acuh terhadap orang lain

Gangguan Kepribadian Schizotypal
* Berpakaian, berpikir, kepercayaan atau perilaku aneh
* Ketidakharmoniasan dalam menjalin hubungan
* Emosi datar
* Ketidakpedulian terhadap orang lain
* "Berpikir Magical" - percaya bahwa dapat mempengaruhi orang dan peristiwa dengan pikiran
* Percaya bahwa ada pesan tersembunyi dalam omongan seseorang

Cluster B:
Jenis ini adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan terlalu emosional berpikir atau berperilaku yang mencakup:
* Antisosial (sebelumnya, sosiopat)
* Mengabaikan orang lain
* Terus-menerus berbohong atau mencuri
* Berulangkali bermasalah dengan hukum
* Berulang kali melanggar hak orang lain
* Agresif, sering berperilaku keras
* Mengabaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain

Gangguan Kepribadian Borderline
* Suasana hati tidak stabil
* Kecenderungan bunuh diri
* Takut sendirian

Gangguan Kepribadian Munafik
* Terus-menerus mencari perhatian
* Terlalu emosional
* Suasana hati tidak stabil
* Kekhawatiran berlebihan terhadap penampilan fisik

Gangguan Kepribadian Narsisistik
* Percaya bahwa lebih baik daripada yang lain
* Khayalan tentang kekuasaan, kesuksesan dan daya tarik
* Melebihkan prestasi atau bakat
* Terus-menerus mengharapkan pujian dan kekaguman
* Gagal untuk mengenali emosi dan perasaan orang lain

Cluster C:
Cluster C adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan cemas, takut berpikir atau bertindak yang mencakup:
Gangguan kepribadian Avoidant
* Hipersensitivitas terhadap kritik atau penolakan
* Merasa tidak memadai
* Isolasi diri
* Rasa malu yang ekstrem

Gangguan Kepribadian Ketergantungan
* Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain
* Kepatuhan terhadap orang lain
* Keinginan untuk diyani
* Kurang toleransi

Gangguan Kepribadian Obsesif-Compulsive
* Keasyikan dengan ketertiban dan aturan
* Perfeksionisme yang ekstrem
* Keinginan untuk bisa mengendalikan situasi
* Ketidakmampuan untuk membuang benda-benda rusak atau tak berguna

Perawatan
Perawatan yang terbaik untuk seseorang dengan gangguan kepribadian tergantung pada jenis gangguan kepribadian yang dialami. Sering kali, sebuah pendekatan tim yang sesuai untuk memastikan semua psikiatri, medis dan kebutuhan sosial terpenuhi. Karena gangguan kepribadian cenderung menjadi kronis dan kadang-kadang dapat berlangsung lebih dari kehidupan dewasa, penderita mungkin perlu pengobatan jangka panjang.

Tim yang terlibat dalam perawatan mungkin termasuk:
* Keluarga atau dokter perawat
* Psikiater
* Psikoterapis
* Apoteker
* Anggota keluarga
* Pekerja sosial

Jika seseorang merasa memiliki gejala-gejala ringan yang terkontrol dengan baik, kemungkinan hanya perlu perawatan dari dokter, psikiater atau terapis. Pilihan perawatan antara lain dengan psikoterapi, obat-obatan, atau perawatan rumah sakit.

Sumber: medlineplus dan mayoclinic.
http://health.detik.com/read/2009/12/03/091252/1253138/770/gangguan-kepribadian

KECEMASAN

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

Faktor Predisposisi Kecemasan
Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.

Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
a. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).
1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
• Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
• Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
• Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
• Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
• Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.
Respon Psikologis terhadap Kecemasan
• Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
• Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
• Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/teori-kecemasan.html

DEPRESI

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang.
Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995).

FAKTOR PENYEBAB SKIZOFRENIA
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia ? Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html

Jumat, 21 Mei 2010

Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal. Dalam hal ini normal dan abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga digunakan dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda tajam dari normal dan hampir selalu menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi dua kelainan mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu keadaan yang mencakup difisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini. Penyakit mental secara tidak langsung menyatakan yang kesehatan sebelumnya, kelainan yang berkembang atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan

1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori ini sesuai dengan awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan keadaan lazim yang gejalanya dapat dipahami dan dapat diempati. Psikosis merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan tidak dapat diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk membagi psikosis. Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan patologi yang dapat dibuktikan

Macam-macam gangguan jiwa :
1. Skizofrenia
2. Depresi
3. Kecemasan
4.Gangguan Kepribadian
5.Gangguan Mental Organik
6. Gangguan Psikosomatik
7.Retardasi Mental
8.Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

http://pamangsah.blogspot.com/2010/02/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html
12 Mei 2010, pkl 1.49 pm

Penyebab Umum Gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan
sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan.
Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a) Neroanatomi
b) Nerofisiologi
c) Nerokimia
d) Tingkat kematangan dan perkembangan organic
e) Faktor-faktor pre dan peri – natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a) Interaksi ibu–anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b) Peranan ayah
c) Persaingan antara saudara kandung
d) Inteligensi
e) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f) Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
g) Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h) Keterampilan, bakat dan kreativitas
i) Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j) Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a) Kestabilan keluarga
b) Pola mengasuh anak
c) Tingkat ekonomi
d) Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e) Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f) Pengaruh rasial dan keagamaan

Daftar pustaka
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/Proses%20Terjadinya%20gg.%20jiwa.pdf
22 Mei 2010, pkl 11:16 am

Selasa, 18 Mei 2010

Deteksi Dini Gangguan Jiwa

Gangguan Jiwa tidak terbatas pada psikotik atau yang kita kenal sebagai gila. Banyak macam gangguan jiwa ringan yang jika tidak segera diterapi menjadi berat dan mengancam nyawa. Biasanya gangguan itu bermanifestasi sebagai gangguan fisik. Dokter umum perlu memiliki bekal agar mampu mengenali gangguan jiwa yang melatarbelakangi keluhan pasien

Hal ini dikemukakan Dan Hidayat, Kepala Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dan Universitas Kristen Indonesia dalam Simposium “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Terapi Gangguan Jiwa dalam Praktik Umum” yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Barat, Sabtu (27/10) di Jakarta

Hidayat mengungkapkan Laporan The World Health Report 2001, antara lain mengatakan, 25 persen penduduk di dunia pernah mengalami gangguan jiwa pada suatu masa dalam hidupnya, 40 persen diantaranya didiagnosis secara tidak tepat.

Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002) menemukan 36 persen pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan Kesehatan jiwa. Hal ini bisa mewakili kondisi masyarakat secara umum. Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif atau gangguan mood, yaitu kecemasan, depresi dan mania.

Menurut pembicara lain, dokter ahli jiwa Evalina Asnawi Hutagalung, anxiety atau kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan, tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan itu disertai beberapa reaksi tubuh yang khas dan datang berulang, seperti rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala dan rasa ingin buang air kecil ataupun besar. Perasaan ini disertai rasa ingin bergerak dan gelisah.

Gejala psikologis yang terasa antara lain berupa ketegangan, kekhawatiran, panik, perasaan tidak nyata, takut mati, takut gila, dan takut kehilangan kontrol. Jenis gangguan kecemasan adalah gangguan panik, gangguan fobia, gangguan obsesif kompulsif, stres pancatrauma, gangguan stres akut, dan gangguan kecemasan menyeluruh.

Adapun gejala pokok depresi, menurut R Surya Widya, dokter ahli jiwa dari Rumah Sakit Jiwa Dr. SoehartoHerdjan Jakarta, adalah perasaan sedih dan kehilangan minat terhadap segala sesuatu. Pasien merasa murung, tidak memiliki harapan, terbuang dan tidak berharga. Sekitar 66 persen penderita depresi memikirkan untuk bunuh diri, tetapi hanya 10-15 persen yang melakukan.

Sementara apa yang disebut dengan mania, menurut Hidayat adalah suasana perasaan yang meningkat disertai peningkatan jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mentaldalam berbagai derajat keparahan. Gejalanya berupa rasa senang berlebihan, energi bertambah, timbul hiperaktif, kebutuhan tidur berkurang, dan psikomotilitas meningkat, seperti banyak bicara dan merasa sangat optimistis (ATK)
Sumber : Kompas, Senin, 29 Oktober 2007

http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini

Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa : Suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara optimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain.

UU Pokok Kesehatan RI (1960) : Kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

UU No. 23 Thn. 1992 : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Seseorang yang sehat mental (WHO) :

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan.
2. Memperoleh kepuasan dalam usaha atau perjuangan hidup.
3. Lebih puas memberi daripada menerima.
4. Bebas dari kecemasan atau ketegangan.
5. Berhubungan dengan orang lain dengan saling tolong menolong.
6. Menerima kekecewaan dan kegagalan sebagai pelajaran.
7. Mengarahkan rasa bermusuhan menjadi penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Gangguan Jiwa : Suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan, dan disabilitas.

Gangguan Jiwa tidak terbatas pada psikotik atau yang kita kenal sebagai gila. Banyak macam gangguan jiwa ringan yang jika tidak segera diterapi menjadi berat dan mengancam nyawa. Biasanya gangguan itu bermanifestasi sebagai gangguan fisik. Dokter umum perlu memiliki bekal agar mampu mengenali gangguan jiwa yang melatarbelakangi keluhan pasien

Hal ini dikemukakan Hidayat, Kepala Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dan Universitas Kristen Indonesia dalam Simposium “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Terapi Gangguan Jiwa dalam Praktik Umum” yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Barat, Sabtu (27/10) di Jakarta

Hidayat mengungkapkan Laporan The World Health Report 2001, antara lain mengatakan, 25 persen penduduk di dunia pernah mengalami gangguan jiwa pada suatu masa dalam hidupnya, 40 persen diantaranya didiagnosis secara tidak tepat.

Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia di Jawa Barat (2002) menemukan 36 persen pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan Kesehatan jiwa. Hal ini bisa mewakili kondisi masyarakat secara umum. Gangguan yang umum terjadi adalah gangguan afektif atau gangguan mood, yaitu kecemasan, depresi dan mania.

Gejala psikologis yang terasa antara lain berupa ketegangan, kekhawatiran, panik, perasaan tidak nyata, takut mati, takut gila, dan takut kehilangan kontrol. Jenis gangguan kecemasan adalah gangguan panik, gangguan fobia, gangguan obsesif kompulsif, stres pancatrauma, gangguan stres akut, dan gangguan kecemasan menyeluruh.

Gangguan Jiwa dapat dibedakan :

* Psikotik – Organik (misal Delirium, Dementia, dll.)
* Psikotik – Non Organik (misal Skizofrenia, Gg. Waham, Gg. Mood, dll.)
* Non Psikotik (misal Gg. Cemas, Gg. Somatoform, Gg. Psikoseksual, Gg. Kepribadian, dll.)

Gangguan Jiwa Psikotik : Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga terjadi salah menilai persepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar, kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.

Gangguan Jiwa Neurotik : Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren, yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau dipersepsikan secara langsung, atau diubah melalui mekanisme pertahanan/pembelaan menjadi sebuah gejala, seperti : obsesi, kompulsi, fobia, disfungsi seksual, dll.

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosa Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. FK-Unika Atmajaya, Jakarta

http://abidinblog.blogspot.com/2008/11/kesehatan-dan-gangguan-jiwa.html
http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini

Minggu, 18 April 2010

Hakikat Sehat Dan Sakit

Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.
Pengertian
Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.
Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.
Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.Keempat dimensi holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law). b. Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan setrusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut. c. Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun. d. Sosial-budaya, selain dimensi psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.
Sebagai kebalikan dari keadaan sehat adalah sakit. Konsep “sakit” dalam bahasa kita terkait dengan tiga konsep dalam bahasa Inggris, yaitu disease, illness, dan sickness. Ketiga istilah ini mencerminkan bahwa kata “sakit” mengandung tiga pengertian yang berdimensi psikososial. Secara khusus, disease berdimensi biologis, illness berdimensi psikologis, dan sickness berdimensi sosiologis. (Calhoun, dkk, 1994).
Disease penyakit berarti suatu penyimpangan yang simptomnya dikatahui melalui diagnosis. Penyakit berdimensi biologis dan obyektif. Penyakit ini bersifat independen terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial, dia tetap ada tanpa dipengaruhi keyakinan orang atau masyarakat terhadapnya, seperti tumor, influensa, AIDS dan lain-lain.
Illness adalah konsep psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi, atau pengalaman subyektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa tidak enak. Sebagai pengalama subyektif, maka illness ini bersifat individual. Seseorang yang memiliki atau terjangkit suatu penyakit belum tentu dipersepsi atau dirasakan sakit oleh seseorang tetapi oleh orang lain hal itu dapat dirasakan sakit.
Sedangkan Sickness merupakan konsep sosiologis yang berakna sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang sebagai orang yang sedang mengalami kesakitan (illness atau disease). Dalam keadaan sickness ini orang dibenarkan melepaskan tanggung jawab, peranm atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dilakukan saat sehat karena danya ketidaksehatannya.Kesakitan dalam konsep sosiologis ini berkenaan dengan peran khusus yang dilakukan sehubungan dengan perasaan kesakitannya dan sekaligus memiliki tanggung jawab baru, yaitu mencari ksembuahn.
Karena pengertian “sakit” itu dapat berdimensi subyektif-kulturalistik, maka setiap masyarakat memiliki pengertian sendiri tentang sakit sesuai pengalaman dan kebudayaannya. Peran sakit hanya dilakukan dan diakui oleh masyarakatnya jika sesuai dengan pertimbangan nilai, keyakinan dan norma sosialnya.
A. Sudut Pandang Metafisika/Fisika
Dari sudut pandang fisika dan kajian metafisika telah dihipotesiskan bahwa “titik” hubungan antara Khalik dan makhluk adalah bion, berupa timbunan daya (energi) yang menjadi pembawa hayat. Dugaan ini telah diungkapkan oleh dokter Paryana Suryadipura dalam bukunya Manusia dengan Atomnys dalam Keadaan Sehat dan Sakit. Perkataan bion itu berasal dari kata bio-ion yang artinya ion yang hidup, yang dengan perkataan lain disebut bio-elektricitet. Dalam bahasa Sansekerta dinamakan prana, dan dalam bahasa Arab disebut ruh.
Semua fungsi hayati dilaksanakan oleh bion yang dilepaskan oleh badan rohani yang dikenal dengan jismul latifah, yang dalam istilah metafisika disebut tubuh bioplasmatik. Energi ruh itu mengalir ke dalam tubuh kasar melalui pusaran energi yang disebut cakra.Choa Koh Sui, dalam bukunya, The Ancient Science and Art of Pranic Healing, menjelaskan panjang lebar mengenai cakra ini; begitu pula Ric A. Weinman dalam bukunya, Your Hands Can Heal, Learn to Channel healing Energi. Dari kajian mereka, dapat disimpulkan, ada tujuh cakra mayor yang merupakan kompenen utama dari tubuh elektrik manusia, yaitu cakra dasar, cakra seks, cakra solar plexus, cakra jantung, cakra tenggorokan, cakra alis, dan cakra mahkota.
Cakra Dasar
Cara ini merupakan cakra kelangsungan hidup yang terletak di dasar tulang punggung. Cakra ini berfungsi mengatur keberadaan fisik dan naluri kelangsungan hidup, karena itu rasa takut mati muncul di sini. Cakra ini mempengaruhi kelenjar adrenal, ginjal, kandung kemih, dan semua organ yang berkaitan dengan rasa takut. Bila hidup selalu merasa aman dan terjamin maka cakra ini akan bercahaya terang. Akan tetapi, kalau cakra ini redup, maka akan timbul penyakit pada fisik, di antaranya kanker, leukimia, mudah alergi, vitalitasi rendah, lemah syahwat, anemia, dan gangguan psikologis.
Cakra Seks
Cakra ini tidak hanya bertugas membangkitkan gairah keasmaraan tetapi juga semua bentuk hubungan intim dan emosi antarpribadi. Cakra ini sangat berpengaruh pada ketenangan dan kedamaian perasaan yang bertempat di atas tulang kemaluan. Jika seseorang merasa terangsang secara seksual, banyak energi bergerak menuju dan memancar dari cakra ini. Cakra ini juga terlibat dalam sistem reproduksi. Jika terdapat hambatan di sini, cakra ini pada akhirnya akan mempengaruhi organ seksual, klenjar prostat, dan daerah panggul sekitarnya.
Cakra Solar Plexus
Cakra ini merupakan pusat keinginan dan kemauan pribadi, bertempat di daerah perut. Karena itu, stres mental, emosi dan semua permasalahan timbul karena desakan keinginan atau kemauan, seperti frustasi, marah, persaingan, pertahanan diri, cemas bahkan kebencian. Ketegangan yang diakibatkan oleh hal-hal tersebut dapat mempengaruhi lambung, hati, kandung empedu, terutama kelenjar pankreas. Maka kegagalan cakra ini dapat menimbulkan sakit lever, kencing manis, maag, dan macam-macam penyakit yang disebabkan oleh kadar asam urat tinggi.
Cakra Jantung
Cakra ini merupakan tempat cinta spiritual tanpa pamrih. Cinta asmara yang emosional meluap dari cakra kedua yang beresonansi dengan cinta spiritual. Bila cakra keempat ini terbuka, maka energinya akan beresonansi dengan cakra yang yang lebih tinggi, dan bila ada hambatan maka akan meluap rasa asing diri, rasa benci diri akibat trauma emosional yang dalam. Sebaliknya cakra ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, dengan cara melepaskan emosional itu. Terhadap badan fisik cakra ini mempengaruhi kelenjar thymus yang terletak dekat cakra ini, yaitu di sekitar jantung. Cakra inilah yang pertama-tama berhubungan dengan aspek spiritual. Kegagalan cakra ini dapat menimbulkan sakit jantung yang berhubungan dengan peredaran darah.
Cakra Tenggorokan
Cakra ini terletak di dasar tenggorokan yang mengendalikan kreatifitas, komunikasi, dan kemampuan waskita. Banyak para medium yang dapat menerima berita kegaiban lalu menginformasikan melalui cakra ini. Cakra ini mempengaruhi kelenjar tiroid dana paratiroid yang memproduksi hormon tiroksin yang penting untuk pertumbuhan, serta melancarkan kerja susunan saraf; juga hormon parathormon yang berfungsi merangsang pengeluaran kalsium dari dalam tulang. Kurang berfungsinya cakra ini, dapat menimbulkan penyakit gondok, suara serak, dan sesak napas (asma), yaitu penyakit yang menghambat kemunikasi/informasi.
Cakra Alis
Cakra yang mengendalikan pewaskitaan dan persepsi psikis ini merupakan pintu penerima getaran dari alam gaib. Karena itu, cakra ini dianggap sebagai “mata batin” atau “mata ketiga”. Ada juga yang memberinya istilah “mata indera keenam”. Terhadap tubuh fisik, cakra ini mempengaruhi kelenjar pituitary dan pineal. Kurang berfungsinya cakra ini, dapat menimbulkan penyakit kanker, alergi, dan sebagian penyakit yang berhubungan dengan kelenjar endokrin.
Cakra Mahkota
Cakra ini terletak di atas puncak kepala. Bila cakra ini penuh energi, pusarannya akan membesar melingkari kepala seperti mahkota. Para ahli metafisikan menganggap cakra ini merupakan yang tertinggi; energinya dapat menangkap getaran intelegenci universal. Dengan cakra inilah para nabi menerima wahyu. Energi cakra ini dapat dipakai untuk penyembuhan telepatik. Kekurangan energi pada cakra ini dapat menyebabkan sakit gangguan jiwa.
Demikianlah fungsi cakra- cakra tersebut yang erat hubungannya dengan jasmani dan ruhani. Dengan analisis ini, dapat terjawab pertanyaan tentang mengapa manusia itu sakit.
Dalam perspektif reiki sufistik, cakra-cakra merupakan pintu gerbang spirtual yang harus dibersihkan dan diselaraskan agar mampu menatik energi ilahi untuk melakukan evolusi spiritual. Setap cakra memiliki potensi-potensi psikospirtual yang jika berkembang maka akan bermanfaat dalam peningkatan kesehatan tubuh fisik, ketenagan (muthmainnah) tubuh psikis, keseimbangan mental (tawazun) dan kesempurnaan spiritual (insan kamil). Praktik reiki sufistik merupakan salah satu praktik spirtual menarik energi ilahi untuk pembersihan dan penylelarasan cakra-cakra sebagai basis bagi peninbgkatan kualitas manusia, baik sebagai khalifah fil ardl yang harus memiliki ketangguhan mengelola alam maupun sebagai ‘abd (hamba) yang harus menyembah-Nya dengan kesungguhan.
Cakra-cakra merupakan pusat aktivitas manusia. Masing-masing cakra memilki kemampuan psikis yang luar biasa. Sebagai pusat aktivitas manusia, cakra akan sangat menentukan pola-pola dan bentuk-bentuk aktivitas manusia. Cakra yang bersih akan mendorong keyakinan yang lurus (al-aqidah al-hanafiyah), Syariah yang benar (as-Syariah al-Shahihah) dan moralitas luhur (al-akhlaqul karimah). Begitu juga sebaliknya, cakra yang kotor akan menyebabkan manusia berperangai buruk (al-akhlaqul madzmumah). Cakra yang bersih akan senantiasa berhubungan dengan cahaya, sebaliknya kegelapan akan menjadi karakter manusia yang cakra-cakranya kotor, sehingga terjatuh dalam kehidupan binatang ternak (nafsu syahwatiyyah), binatang buas (nafsu ammarah) atau bahkan kehidupan setan (nafsu syaithaniyyah).
Di dalam reiki sufistik, istilah cakra biasa disebut dengan lathifah (sesuatu yang lembut), karena memang cakra bersifat halus (bukan organ tubuh fisik). Lathifah (organ-organ lembut) sifatnya halus dan tidak empiris.
Di dalam tubuh manusia terdapat cakra mayor, cakra minir dan cakra mini yang secara keseluruhan terdapat 365 cakra. Ada juga yang menyebutkan jumlah cakra secera keseluruhan termasuk cakra-cakra yang mini sebanyak 88.000. Tetapi cakra-cakra yang efektif mengendalikan dan memberi energi kepada organ vital dan organ mayor tubuh manusia hanya 7 (tujuh) cakra seperti yang telah disebut diatas, yang sering disebut sebagai cakra mayor.
Sedangkan, sehat dan sakit dilihat dari sudut pandang fisika dikatakan bahwa di Matahari, setiap terjadi letupan yang berakibat bertambahnya tekanan elektronis di alam. Bila tekanan itu mengenai bumi, akan timbul kegoncangan elektrostatika, sehingga lapangan magnetik teganggu, telegram diterima dengan tidak jelas, penrimaan radio terganggu, udara bergesek menjadi petir, udara naik dan dingin lalu jadi hujan, badai bertiup maka laut bergelombang , dab banyak lagi akibat lain yang tidak disebutkan. Ini semua disebabkan oleh tekanan elektron. Badai elektron yang melanggar dunia sebagai akibat letupan di matahari dinamakan catalysmen. Badai elektron itu disebut cylon. Tekanan elektron ini tidak hayan mempengaruhi alam, benda, tetapi juga jiwa menusia, karena di dalam diri manusia juga ada elektron. Hal itu dapat mengakibatkan zat colloid –yang merupakan lendir itu—menjadi beku, sehingga kuman penyakit akan berkembang biak di atasnya.
Memang setiap orang membawa berjuta bakteri dan virus berbagai jenis dinatas kulitnya, namun tidak semua jadi sakit karenanya. Sebab, datangnya penyakit itu sering terjadi akibat ketidakseimbangan antara elektron dari luar diri. Seperti, atmosfer yang lembab akan menjadi pengantar listrik yang dapat mengambil banyak elektron dari permukaan kulit, yang akan menimbulkan kegoncangan pada keseimbangan daya listrik pada kulit/organ tubuh, terutama otot. Akibatnya, timbul penyakit reumatik. Melalui kaki basah, seseorang dapat kehilangan elektron sehingga menimbulkan penyakit, misalnya penyakit nephritis dan cytitis.Bagaimana mengupayakan agar energi yang mengalir di dalam saraf yang halus itu berjalan dengan ukuran tekanan yang normal? Bagaimana jalan yang telah ditemukan tinggal memilih mana yang lebih tepat untuk diri kita maisng-masing.
B. Sudut Pandang Biologi
Kita sudah mengetahui bahkan akal pikiran dan emosi menusia selalu berubah-ubah dari hari ke hari, dari jam ke jam, malah dari menit ke menit. Hari ini seseorang merasa berduka yang dalam, tapi esoknya ia sudah senang, gembira, tapi satu jam berikutnya ia sudah optimis malah ada yang patah semangat. Apa penyebab semua perubahan ini?
Tidak lain karena terjadi perubahan hormon yang merupakan unsur dasar dalam harmonisasi kesadaran dan perasaan hati manusia. Penyakit gila –sering dianggap akibat kelainan jiwa atau gangguan saraf—disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon di dalam tubuh. Kadangb kekurangan atau kelebihan hormon, misalnya kekuarangan adrenalin dan kelebihan noradrenalin, kekuarang hormon yang diproduksi kelenjar seks, mungkin pula kelenjar hypopise atau epifise yang gagal, bisa terjadi perubahan tingkah laku atau kelainan fisik. Ada jenis hormon lain yang dikeluarkan oleh adrenal –disebut kortizon— yang berfungsi mempersiapkan tubuh untuk melawan kelesuan. Kalau hormon ini tidak diproduksi, seseorang akan merasa tererangkap dalam kelesuan yang berkepanjangan dan tidak dapat diatasinya. Kalau diusut, mengapa kelenjar ini bisa gagal? Tidak lain karena kelenjar ini terlalu letih bekerja. Misalnya, jika tubuh kita mendapat tekanan dalam jangka waktu yang lama, maka kelenjar adrenal mendapat tugas yang berat memproduksi kebutuhan tubuh yang mendesak ini; lama kelamaan ia menjadi cape dan gagal. Apabila kelenjar ini gagal melaksanakan tugasnya, hidup menusia akan terancam bahaya, yang berarti malapetaka akan mengintai.
Kalau kita usut lagi, siapa pula ang megontrol pekerjaan kelenjar ini? Yang mengntrol ini adalah sifat keturunan yang terdapat di dalam gen yang ada dalam sel. Sel sebagai satuan hidup dasar makhluk hidup terdiri atas sitoplasma yang di tengah-tengahnya terdapat sel initi. Inti sel ini mengandung suatu jaringan dan pada jaringan inilah terdapat “gen” (pembawa sifat keturunan). Gen-gen terdapat dalam persenyawaan kimia yang stabil: disiniulah tersimpannya “rahasia kehidupan yang penuh misteri”. Persenyawaan kimia gen ini merupakan disket yang didalamnya telah terpogram sifat bawaan manusia, apakah ia pengecut, pemberani, berhati mulia, berandalan, kuat atau lemah. Persenyawaan kimia ini dinamai Deoxrybo Nucleat Acid (DNA).
Sifat berani ditimbulkan oleh kadar hormon noradrenalin yang tinggi dengan sedikit adrenalin; sifat penakut adalah kebalikannya. Tinggi rendahnya kadar hormon ini bergantung pada perintah yang dikeluarkan oleh sifat keturuan dan jenis DNA yang terdapat dalam inti sel. Molekul-molekul DNA ini tersusun dari gula, asam fosfor, dan empat macam jenis basa: adenin, sitosin, guanin dan tiamin. Kempatnyua tersususn dalam dua buah pita berbentuk spiral. Pita-pita itu sendiri terbuat dari gula dan fosfor lalu basa tadi terlekat di sana. Jadi, bagian terkecil dalam tubuh kita adalah molekul DNA yang menghasilkan eplika dirinya. DNA memulai prosesnya dengan membuka resleting tubuhnya.
Semua jaringan hidup tersebut terbuat dari asam amino yang membentuk protein. Protein merupakan kombinasi dari kira-kira dua puluh asam amino; perbedaan-perbedaan jenis protein itu hanyalah perupakan perbedaan kombinasi yang diuntai dalam susunan tertentu. DNA-lah yang menentukan susunan itu.
Jadi, cakra-caka tertentu merupakan distributor-distributor tubuh rohani yang bertugas mendistribusikan energi untuk kelenjar tertentu di tubuh fisik. Kelenjar bekerja untuk memproduksi hormon di bawah kontrol gen. Di dalam gen terdapat persenyawaan kimia yang stabil yang dinamai DNA. Jadi hidup kita secara keseluruhan adalah hasil dari proses kimia belaka.
Para Penguasa di Kerajaan Tubuh
Kalau dalam tubuh manusia terjadi keadaan yang tidak normal –-seperti cebol—pertumbuhan melebihi normal, atau seorang perempuan tiba-tiba menjadi gemuk, cepat menjadi tua, gerak-geriknya yang nervous, dagu seorang perempuan ditumbuhi jenggot atau tanda kelaki-lakian, itu menunjukkan adanya ketidaknormalan proses kimia tubuh atau produksi hormon tertentu yang tidak normal karena kegagalan kelenjar. Akhir-akhir ini, para ahli telah berhasil menemukan berjenis-jenis kelenjar hormon yang terdapat dalam tubuh manusia. Kelenjar-kelenjar hormon ini memproduksi hormon yaitu zat khusus yang merupakan persenyawaan kimia hasil produksi kelenjar tubuh yang berfungsi mengatur berbagai proses kimia jaringan organ tubuh. Di antara sekian banyak kelenjar di dalam tubuh manusia, ada tujuh yang utama, yaitu sebagai berikut:1. Kelenjar pituitary, disebut juga kelenjar hipofise atau kelenjar lendir. Fungsi kelenjar ini adalah:(a) mengatur kegiatan kelenjar tiroid;(b) mengatur sekresi dari kelenjar adrenal;(c) mengatur sekresi kelenjar pembiakan;(d) mengatur pertumbuhan tubuh pada umumnya;(e) mengatur jumlah air yang dibunagn ginjal;(f) merangsang produksi susu ibu, dan (g) merangsang kontraksi rahim pada waktu melahirkan.2. Kelenjar tiroid, berfungsi sebagai berikut.a. Mengatur kecepatan dalam mengubah makanan jadi panas dan tenaga di dalam sel. b. Membantu pertumbuhan agar normal dan melancarkan kerja susunan saraf. Kelenjar ini terletak di bagian leher.3. Kelenjar paratiroid, yang berfungsi merangsang pengeluaran kalsium dari dalam tulang dan mengatur kadar kalsium di dalam darah. Kelenjar ini juga terletak di bagian leher.4. Kelenjar adrenal, berfungsi:a. memperkuat hasil tanggapan susunan saraf terhadap perangsangan takut , marah atau gembira;b. Melawan rasa tertekan dan kegoncangan jiwa;c. Mengatu kesimbangan garam dan air dalam darah. Kelenjar ini terdapat di atas anak ginjal yang peranannya sebagai komandan pada komando strategi di dalam kerajaan tubuh. Karena itu, hubungannya sangat erat dengan panglima tertinggi kelenjar pituitary.5. Kelenjar pankreas, berfungsi:a. mengatur penggunaan glukosa dalam tubuh;b. menghasilkan enzim-enzim pencernaan.Kelenjar ini terdapat pada bagian kanan belakang lambung.6. Kelenjar limfoid (getah bening), berfungsi dalam:a. Menghasilkan antibodi (protein pembunuh) yang menolong mengatasi kuman, jamur, dan parasit lain agar tidak menimbulkan infeksi.b. Mempercepat proses penyembuhan.Kelenjar ini tersebar di berbagai bagian tubuh yang merupakan angkatan bersenjata yang senantiasa siap siaga dalam mempertahankan kondisi tubuh agar tetap prima.7. Kelenjar kelamin (seks), berfungsi dalam:a. Mengatur perkembangan masa akil baligh;b. Menghentikan perkembangan tulang yang memanjang;c. Mempersiapkan rahim untuk kehamilan; d. Membentuk sel-sel kelamin.Semua kelenjar tersebut di atas dapat bertugas menjalankan fungsinya masing-masing dengan cara mengeluarkan hormon-hormon. Misalnya ketika anda dalam keadaan takut, yang menstabilkan perasaan takut oranda itu adalah kelenjar andrenal. Kelenjar ini mengeluarkan hormon andrenalin sehingga anda dapat berlari kencang untuk menghindari kejaran anjing.
Sehingga, dalam pandangan biologi, sehat atau sakitnya manusia disebabkan oleh harmonis atau tidaknya hormon-hormon yang dipengaruhi oleh fungsi kelenjar-kelenjar. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya, hendaklah menjaga kesehatan sebelum sakit, memelihara hidup sebelum kematian datang.
C. Sudut Pandang Psikologi
Sejak lama para ahli psikologi menduga bahwa di dalam jiwa manusia itu terdapat perasaan, kemauan, dan akal pikiran. Heymans mengistilahkan dengan emosionalitas, aktifitas dan fungsi skunder. Emosionalitas bersumber dari hati, sedangkan aktifitas bersumber dari hawa nafsu. Keduanya merupakan inti jiwa. Adapun akal merupakan kulit jiwa; karena itu, ia disebut fungsi skunder. Muatan kekuatan ketiga macam potensi kejiwaan ini tidak sama. Karena itulah, menurut Heymans, ada delapan sifat dasar manusia:1. Tipe amorf, adalah orang yang kurang daya pikirannya, picik, pembeo, dan kaku dalam pergaulan.2. Tipe sanguinis, adalah orang yang bersikap kekanak-kanakan namun cekatan dan berani (karena kemauannya positif).3. Tipe flegmatis, adalah orang yang bersikap tenang, dapat menguasai emosi, bijaksana serta optimis (karena kemauan dan akalnya posisitf)4. Tipe apatis, adalah tipe manusia robot, sukar bergaul dan suka menyendiri tetapi pikirannya tajam (hanya akalnya yang aktif).5. Tipe nerves, adalah orang yang sangat dipengaruhi emosi, jiwanya sukar diduga, berpikir dangkal dan tidak sabar (hanya emosi yang berkuasa).6. Tipe koleris, adalah orang yang punya aktivitas tinggi, lincah, sangat perasa tetapi agak tumpul pikirannya (perasaan dan kemauan positif).7. Tipe gepassioner, adalah orang yang stabil antara emosi, kemauan, dan akalnya, berwatak garang, pemberani, perasa, pengkritik, tidak sabaran, suka curiga tetapi tekun dan ulet dalam bekerja.8. Tipe sintimental, adalah orang yang perayu, rapuh, mudah tersinggung, pencinta alam dan seni tetapi kurang ulet (karena kemauannya kurang kuat).
Dari kedelapan tipe ini, kita dapat melihat tipe 5, nerves adalah orang yang sangat dipengaruhi oleh emosi yang jiwanya sukar diduga, berpikiran dangkal. Orang seperti inilah yang mudah terkena goncangan jiwa. Mereka selalu mendengarkan suara hati tanpa pertimbangan akal sehingga kesadarannya dapat dikalahkan oleh kekuatan bawah sadarnya. Dalam kehidupan modern ini sering muncul tingkah laku yang tidak wajar, seperti tindakan kriminal, manipulasi, korupsi, kejahatan seksual dan perbuatan penyimpangan sosial lainnya diakibatkan oleh persaingan hidup yang sedemikian ketat. Hal ini menimbulkan banyak kegelisahan, keresahan, ketakutan, dan ketegangan batin pada manusia. Akibatnya, tidak sedikit orang yang menderita ketegangan syaraf dan mengalami stres, yang meledak menjadi simpton penyakit mental. Jadi ketegangan serta ketakutan yang dialami manusia menjadi persemaian yang subur sekali bagi timbulnya bermacam-macam penyakit mental.
Apabila jiwa terguncang, pikiran menjadi tidak setabil, akibatnya mempengaruhi fisik manusia dan dapat menimbulkan penyakit yang disebut psikosomatik. Penderita psikosomatik bukan hanya membutuhkan terapi medis atau terapi fisik semata, tetapi juga membutuhkan terapi sufistik dengan salah satu metodenya, yaitu tobat.Uraian ini bertolak dari pemikiran bahwa sumber penyakit psikosomatik dapat disebabkan oleh konflik-konflik psikis atau dapat juga disebabkan oleh gangguan yang sifatnya organis. Untuk memahami penyebabnya itu, kita harus melihat semua aspek yang mempengaruhi timbulnya gangguan psikosomatik. Diantarany adalah aspek bio-psikososio dan spiritual. Apabila penyebabnya berasal dari aspek spiritual, seperti perasaan dosa, cara untuk menghilangkan keresahan jiwa tersebut adalah dengan bertobat, sebab tobat dapat membersihkan dan menjadikan terapi bagi jiwa yang sakit. Karena memang kesehatan jasmani sangat bisa dipengaruhi oleh kesehatan mental. Untuk mengetahui lebih jauh terhadap hubungan antara kesehatan jasmani dengan mental, kita harus terlebih dahulu mengerti apa itu kesehatan mental. Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram. Menurut H. C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyengkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikitari, biologi, sosiologi dan agama. Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik (kejiwabanan). Dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah, dan sebagainya, maka badan turut menderita. Dalam sebuah ungkapan hadits Nabi dinyatakan, bahwa kesehatan mental yang dukung oleh kualitas kesehatan tubuh kita akan meningkatkan kesalehan ritual dan sosial: Akal (mental) yang sehat itu tergantung dari tubuh yang sehat (Al-Hadits) Beberapa temuan di bidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan tersebut, jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dan istilah “makan hati berulam jantung” merupakan cerminan tentang adanya hubungan antara jiwa dan badan sebagai hubungan timbal balik, jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal.
D. Sudut Pandang Tasawuf
Sehat dan sakit dalam pandangan tasawuf memiliki titik singgung dengan pandangan menurut psikologi karena terkait dengan kejiwaan (mental). Namun dalam pandangan tasawuf, kejiwaan manusia memiliki cakupan yang lebih luas. Dalam pandangan tasawuf, jiwa manusia mencakup unsur-unsur roh, akal, nafs, dan qalb. Dalam pandangan tasawuf, roh itu bagaikan lampu, sedangkan kehidupan laksana cahaya. Gerakan roh dan penyebarannya ke seluruh tubuh bagaikan gerakan lampu di dalam rumah. Inilah yang dimaksudkan dengan “roh” oleh para dokter. Akan tetapi, para dokter yang ingin membimbing roh menuju wilayah suci tidak menerima makna ini. Arti kedua dari makna roh adalah latifatul mudrikah atau sebuah organ pengetahuan. Inilah yang disebut Alquran dalam QS: Al-Isra/17: 85) yang artinya: “katakanlah bahwa roh itu urusan Tuhan”.
Karena terkait dengan aspek kejiwaan (roh, akal, nafs dan qalb), sehat dan sakit dalam pandangan tasawuf kita bisa kaitkan antara kesehatan jiwa dengan aspek agama. Dr. Muhammad Mahmud Abdul Qadir telah membahas hubungan antara agama dan kesehatan mental melalui pendekatan teori biokimia. Menurutnya, di dalam tubuh manusia terdapat sembilan jenis kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu, disalurkan lewat pembuluh darah dan selanjutnya memberi pengaruh kepada eksistensi dan berbagai kegiatan tubuh. Persenyawa-persenyawaan itu disebut hormon.
Lebih jauh Muhammad Mahmud Abdul Qadir berkesimpulan bahwa segala bentuk gejala emosi seperti bahagian, rasa dendam, rasa marah, takut, berani, pengecut yang ada dalam diri manusia adalah akibat dari pengaruh persenyawaan-persenyawaan kimia hormon, di samping persenyawaan lainnya. Tetapi dalam kenyataannya, kehidupan akal dan emosi manusia senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Karena itu, selalu terjadi perubahan-perubahan kecil produksi hormon-hormon yang merupakan unsur dasar dari keharmonisan kesadaran dan rasa hati manusia, tepatnya perasaannya.
Tetapi, jika terjadi perubahan yang terlampau lama, seperti panik, takut, dan sedih yang berlangsung lama, akan timbul perubahan-perubahan kimia lain yang akan mengakibatkan penyakit syaraf yang bersifat kejiwaan. Hubungan penderita dengan dunia luar terputus, akalnya tertutupi oleh waham dan khayal yang membawanya jauh dari kenyataan hidup normal. Penderitaan selalu hidup dalam keadaan cemas dan murung, kebahagiaan hilang, penuh keraguan, takut, rasa berdosa, dengki, dan rasa bersalah.Timbulnya penyakit emosi seperti itu akibat dari kegoncangan dan hilangnya keseimbangan kimia tubuh seseorang.
Jika seseorang berada dalam keadaan normal, seimbang hormon dan kimiawinya, maka ia akan selalu berada dalam keadaan aman. Perubahan yang terjadi dalam kejiawaan itu disebut oleh Abdul Qadir sebagai spektrum hidup. Dan pergeseran arah ke kiri atau ke kanan dari pusat bila terjadi perubahan dalam proses pemikiran, akan terjadi perubahan kimia dan biologi tubuh. Dan besar kecilnya perubahan itu tergantung dari kemampuan manusia untuk menanggapi pengaruh itu. Kalau terjadi keseimbangan, maka akan kembali menjadi normal. Adapun terjhadinya pergeseran dari kondisi normal ke daerah yang berbahaya itu, menurut Abdul Qadir sangat tergantung dari derajat keimanan yang tersimpan di dalam diri manusia, disamping faktor susunan tubuh serta dalam atau dangkalnya rasa dan kesadaran manusia itu. (Muhammad Mahmud Abdul al-Qadir, 1979).
Penemuan Muhammad Mahmud Abdul Qadir, seorang ulama dan ahli biokimia ini, setidak-tidaknya memberi bukti akan adanya hubungan antara keyakinan agama dengan kesehatan jiwa.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatau kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimistis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti bahagian, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang serupa itu, manusia berada dalam keadaan tenang dan nromal, yang oleh Abdul Qadir disebutnya berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan hormon tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.
Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam menanamkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Dan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan ruhani secara tak terpisahkan memerlukan perlakukan yang dapat memuaskan keduanya.
Dari aspek pembinaan manusia agar memiliki mental yang utuh disinilah peran agama menemui urgensinya atas sehat tidaknya mental seseorang. Karena agama adalah sumber dari segala sumber nilai dan norma yang memberi petunjuk, mengilhami dan mengikat masyarakat yang bermoral. Salah satu cara untuk menemukan fungsi agama adalah jalan tasawuf yang memiliki tujuan agar bagaimana manusia dapat mengerti makna hidup, mengerti akan posisi diri sebagai hamba dan dekat dengan Tuhannya yang Maha Kuasa. Sehingga penyeimbangan antara kebutuhan jasmani yang kasar dan kebutuhan ruhani (kejiwaan) yang sangat halus dapat dipenuhi dengan baik. Dengan jalan spirit tasawuf, suasana kejiwaan manusia dapat dikendalikan dengan baik setelah melalui proses-proses riyadhah (olah spirit), sehingga dapat terhindar dari sakit kejiwaan yang berakibat langsung terhadap sakitnya jasmani. Dan yang perlu diingat adalah bahwa spiritualitas (kedalaman ruhaniah) manusia sangat berhubungan dengan hati (qalb) karena hati merupakan inti dari segala aktifitas jiwa. Jika hati seseorang sakit, menjadi sakitlah aktivitas kerohaniahannya. Dan hati adalah obyek dari ajaran tasawuf.
Hati yang sakit berati mentalnya pun sakit. Mental yang sakit ini akan mempengaruhi seluruh aktifitas manusia. Oleh karena itu, banyak ahli mencoba merumuskan pendekatan-pendekatan dalam upaya menemukan pengobatan mental manusia yang sedang terkena penyakit. Disinilah kemudian berkembang psikoterapi.
Jadi, dalam pandangan tasawuf, sehat dan sakit merupakan gambaran kejiwaan seseorang. Jiwa yang sakit akan menampakkan gejala fisiknya yang lesu, lemah, tanpa semangat yang dapat diatasi dengan pendekatan tasawuf. Sebaliknya, jiwa yang sehat akan terlihat kondisi fisiknya yang energik, bertenaga dan bebas dari penyakit.

http://thobieb.multiply.com/journal/item/30

Arti Sakit

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

Kamis, 18 Februari 2010

Pengertian Sehat

Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokter pun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian.
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang- Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi.
Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik : terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental : (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial : terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi : terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
http://www.afand.cybermq.com/post/detail/2456/pengertian-sehat

Makerspace Library

Model Perpustakaan Makerspace menjadi salah satu solusi perkembangan perpustakaan dan teknologi informasi saat ini. Hal ini merupakan penawa...